JANGAN TETAP BERNYALI TIKUS

ANGAN TETAP BERNYALI TIKUS

Tema tentang kebaikan Allah tidak pernah habis kita gali, karena kebaikan Allah takmungkin dapat dihitung dan tak ternilai besarnya. Baik orang mempercayai atau tidak akan kasihNya, kasihNya tak berubah dan tetap bernilai.

Cerita lama dari India menceritakan tentang tikus yang ketakutan karena melihat seekor kucing. Itu sebabnya tikus tersebut pergi kepada tukang sihir untuk menyulapnya menjadi kucing. Setelah tikus tersebut jadi kucing, kembali lagi ia dicekam rasa takut karena melihat anjing. Maka segera saja ia kembali ke tukang sihir dan minta mengubahnya menjadi anjing. Setelah jadi anjing, lagi-lagi ia takut ketika bertemu dengan macan dan minta kepada tukang sihir untuk mengubahnya menjadi macan. Tetapi ketika ia datang lagi dengan keluhan bahwa ia bertemu dengan pemburu, si tukang sihir menolak membantu lagi, “Akan saya ubah kamu jadi tikus lagi, sebab, sekalipun badanmu macan, nyalimu masih tetap nyali tikus.”

Ketika kita percaya kepada Yesus, kita diubah menjadi manusia baru. Hanya sayang, kita seperti cerita klasik tersebut. Kita mengaku sudah menjadi manusia baru, tapi “nyali” kita tidak baru. Daripada mengijinkan Kristus menguasai kehidupan kita, kita lebih mengijinkan ketakutan yang menguasai kita. Bukan iman, tapi rasa kuatir. Bukan keberanian, tapi rasa cemas. Tak heran sukacita kita padam. Tak ada senyum. Tak ada keceriaan. Sebaliknya, kegelisahan dan ketakutanlah yang terungkap dari hidup kita.

Jadi, kita tidak perlu menjadi apa atau siapa. Yang terutama kita harus menjadi orang percaya yang mempercayakan segala sesuatu dalam hidup kita termasuk permasalahan kita kepada Yesus. Inilah saatnya kita membuktikan dan mengalami pertolonganNya seperti yang telah dialami, dinikmati dan disaksikan banyak orang.

Dalam Nehemia 9:19  dikatakan “Engkau tidak meninggalkan mereka di padang gurun karena kasih sayang-Mu yang besar. Tiang awan tidak berpindah dari atas mereka pada siang hari untuk memimpin mereka pada perjalanan, begitu juga tiang api pada malam hari untuk menerangi jalan yang mereka lalui.” (Yanrus)