APAKAH KEMATIAN ITU HANYA SEPERTI TIDUR?


Spiros Zodhiates, Th.D

“Tetapi beberapa diantaranya telah meninggal (jatuh tertidur)” 
I Korintus 15:6c.

Pernahkah Anda merasa begitu lelah sehingga anda hampir tidak dapat menunggu untuk menjatuhkan diri ke tempat tidur? Kita semua pernah merasa begitu, suatu saat atau disaat yang lain. Betapa melegakan rasanya membaringkan tubuh anda yang letih dan kemudian menutup mata, tidur. Kata ini, “tidur”, mengandung makna menyenangkan, dan menyejukkan. Dan tidur di dalam Alkitab digandengkan dengan suatu pokok yang sangat menakutkan manusia lebih dari satu kali, dan dengan mereka membiarkan percakapan mereka pun sebagai renungan yang membingungkan. Pokok itu adalah “kematian”. Kita bergerenyit jika kita mendengarkannya. 

Itulah sebabnya mengapa minat kita begitu dibangkitkan oleh ungkapan yang dipakai Rasul Paulus dalam membicarakan 500 saksi yang melihat Yesus Kristus setelah kebangkitanNya. Ketika Paulus menulis peristiwa itu setelah dua puluh lima tahun kemudian, ia mengatakan bahwa lebih dari setengahnya telah “jatuh tertidur”(versi NIV dan KIV). Mengapa Paulus mempergunakan ungkapan ini alih-alih dengan sederhana menyatakan bahwa mereka telah meninggal? Apakah karena ia ragu-ragu untuk menyebut sebuah sekop sebagai sebuah sekop, oleh karena itu ia mempergunakan bentuk penghalusan untuk melembutkan kata yang jelek? Sama sekali tidak! Ia mempergunakan terminologi yang cocok bagi pengalaman ini untuk orang Kristen, dalam memandang kenyataan kebangkitan tubuh Tuhan Yesus Kristus. 

Perjanjian Baru sering kali membicarakan kematian alamiah manusia sebagai sebuah sekop, oleh karena itu ia mempergunakan terminologi yang cocok bagi pengalaman ini untuk orang Kristen, dalam memandang kenyataan kebangkitan tubuh Tuhan Yesus Kristus. Perjanjian Baru sering kali membicarakan kematian alamiah manusia sebagai tidur. Barangkali penandaan ini disebabkan oleh beberapa acuan kematian sebagai tidurnya jiwa manusia. Bagaimanapun, kita akan melihat nanti bahwa terminologi ini mengacu hanya pada tidurnya tubuh dan bukan jiwa.

Kata kerja Yunani yang dipergunakan untuk “tidur” di dalalm 1 Korintus 15:6 adalah ekoimeetheesan, bentuk aorist pasif dari koimaoo, bentuk tengah dan pasif dari yang digunakan secara intransitive (tak berpelengkap). Makna utama dari kata ini adalah tidur alamiah yang menghabiskan dua per tiga dari seluruh waktu hidup kita. Kata ini dipergunakan sebagai kematian karena, dalam kematian seperti dalam tidur, menurut cara Alkitab, kita berbaring untuk bangun kembali belakangan. Juga dalam kematian, seperti dalam tidur, tubuh tetap diam, tenang dan hening. 

Nah, ketika tidur, meskipun rasa jasmani kita dipotong dari kesadaran kontraknya dengan dunia sekeliling kita, namun pikiran atau jiwa kita masih tetap aktif. Para saintis yang pernah mengukur aktivitas mental manusia sementara ia tidur menemukan bahkan memecahkan persoalan dalam mimpi mereka dan bangun keesokan paginya dengan pengertian yang lebih baik mengenai situasi yang membingungkan ketimbang sebelum mereka pergi tidur. Ketika anda tidur, kesadaran anda tetap ada, bahkan sekali pun tubuh anda telah “mati bagi dunia”. Dalam mempergunakan terminologi untuk kematian yang menunjuk kepada tidur alamiah, Paulus mengharap kita mengerti bahwa kebangkitan itu menyangkut tubuh, dan bukan jiwa, karena itu hanya tubuh yang jatuh tertidur dalam kematian, jiwa tetap menguasai kesadaran. 

Alkitab tidak pernah membicarakan Yesus Kristus bahwa Ia “jatuh tertidur,” tetapi bahwa Ia mati (1 Korintus 15:3). Masih mengacu kepada mereka yang mati dengan iman di dalam Dia, gagasan itu melanjutkan dengan mengatakan bahwa mereka jatuh tertidur. Meskipun Alkitab menceritakan kepada kita bahwa Tuhan merupakan “buah sulung dari mereka yang jatuh tertidur” ( 1 Korintus 15:20), namun Alkitab tidak mengatakan bahwa Ia sendiri jatuh tertidur. Mengapa begitu?

Kita yakin bahwa Allah di dalam kemahatahuanNya, telah melihat lebih dahulu bahwa akan ada banyak keragu-raguan berkenaan dengan kenyataan kematian Kristus. Oleh karena itu, Ia menginspirasikan kepada para penulis Alkitab untuk mempergunakan penyusunan kata-kata yang lebih berhati-hati pada bagian ini. Orang Islam, sebagai contoh, mengklaim bahwa Yesus tidak benar-benar mati, dan banyak kalangan rasionalis mencoba mati-matian untuk membuktikan hal yang sama. Coba bayangkan betapa sukarnya kasus mereka ditangani jika tiga hari Ia berada di dalam kubur. Tidak, terminologi ini yang secara umum dipergunakan untuk kematian orang Kristen tidak pernah diterapkan kepada kematian Yesus Kristus. 

Frasa “jatuh tertidur” telah dipergunakan untuk menggambarkan kematian, bahkan pun dikenakan kepada orang-orang kudus yang telah mati sebelum Tuhan Yesus datang ke bumi (Matius 27:52; KPR 13:36). Frasa ini dipergunakan juga untuk Lazarus sewaktu Tuhan sendiri sudah ada di bumi (Yohanes 11:11). Dan frasa ini pun dipergunakan untuk orang-orang percaya setelah kenaikan Tuhan Yesus (KPR 7:60; I Korintus 11:30; 15:6; I Tesalonika 4:13-15; pernah menubuatkan bahwa Dia sendiri akan jatuh tertidur dan kemudian bangun lagi. 

Kematian dan kebangkitan Tuhan berhubungan pasti dengan kematian dan kebangkitan kita sendiri, dan hal ini di ungkapkan oleh pelambangan tidur karena mengacu kepada kematian jasmaniah kita sebagai anak-anak Allah. Sungguh luar biasa dan indah untuk mencatat bahwa Perjanjian Baru hampir tidak pernah memakai terminologi mati dan kematian untuk menunjukkan perceraian tubuh dan jiwa. Kata itu tetap merupakan kata yang kabur untuk menggambarkan kenyataan keterpisahan jiwa dari Allah, dan secara luar biasa mempergunakan pengertian-pengertian itu sebagai bayangan dan lambang fakta raga manusia terpisah dari rumah di mana ia tinggal di dunia ini. Tetapi Kekristenan dan dunia mempergunakan metafora ini untuk kematian dengan alasan-alasan yang secara langsung berlawanan. Dunia begitu khawatir terhadap kematian yang berani tidak bernama dan merupakan sesuatu yang jelek. Iman orang Kristen tidak begitu menakuti kematian. Bahwa kematian itu tidak terpikir sebagai peristiwa yang sebanding dengan nama panggilannya, tetapi teminologinya sekedar jatuh tertidur. Hal ini tidak untuk mengatakan bahwa semua orang Kristen telah mencapai damai yang sempurna di dalam hati dan pikiran dengan menghargai kematian, tetapi semakin dekat mereka datang kepada Kristus dan makin dalam mereka membenamkan diri di dalam Firman Allah, kematian menampakkan kepada mereka akhir dari kehidupan dan kebanyakan mereka memahaminya sebagai jatuh tertidur, dari mana mereka bangun untuk pengalaman supremasi kepenuhan hidup di dalam Kristus untuk selama-lamanya. 

Bahkan ketika keadaan pada waktu meninggalkan dunia ini begitu menyakitkan dan keras, Alkitab tetap mempergunakan terminologi “jatuh tertidur”. Tidak menyolok ketika martir Kristen yang pertama, memar oleh batu dan mati dalam keadaan hancur berdarah, dikatakan jatuh tertidur? Jika sekiranya ada contoh di dalam mana metafor yang lembut nampak tidak tepat, itu adalah kematian yang kejam, menerima teriakan banyak orang yang melempari dia dengan batu. Meskipun begitu,” setelah selesai berkata-kata, ia jatuh tertidur.” (KPR 7:60). Jika itu benar kematian serupa itu, tidak ada kesakitan jasmaniah bagi siapa saja membuat kata yang lembut tidak tepat untuk setiap orang (Lihat Alexander Madaren, Expositions of Holy Scripture, 1 Corinthian, pp. 211-212). 

Gagasan mengenai kematian sebagai tidur saja bukan sekedar ide Kristen. Orang-orang Yahudi secara sempurna sangat akrab dengan gagasan itu, karena mereka membicarakan kematian mereka sebagai (Ulangan 31:16; 2 Semuel 7:12; 1 Raja-Raja 2:10; Ayub 7:21). Anda akan menemukan tidur dipergunakan sebagai lambang kematian di dalam filsafat Yunani, di dalam semua puisi, dan banyak literatur prosa dunia. Sangat menarik untuk mencatat bahwa dalam era post Kristen, pada pertengahan abad ketiga jika tidak terlalu awal, orang-orang Yunani menyebutkan pekuburan mereka koi meeteeria, “tempat tidur”. Dari kata Yunani inilah orang Inggris mendapatkan kata “cemetery”, pekuburan. 

Bagaimanapun, Tuhan Yesus Kristus dan Rasul Paulus tidak berbicara sekedar seperti puisi atau filsafat tetapi telah mempergunakan bahasa yang amat sangat nyata. Karena kenyataan kebangkitan Kristus, kematian hanyalah merupakan tidur, karena di dalam Dia kebangkitan dan bangunnya kita dari pertiduran itu pasti.(BM)