Persepakatan atau Persekongkolan?

Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.” Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.( Mat. 28:11-15) 

Adanya kumpulan orang memungkinkan terjadinya dua bentuk hubungan yakni konflik atau kesepakatan. Lebih jauh lagi, dua kemungkinan dalam kesepakatan yakni adalah kesepakatan untuk tujuan yang baik dan sebaliknya untuk tujuan jahat, persekongkolan, konspirasi, atau plot. 

Biasanya, motif yang melandasi persekongkolan adalah ambisi untuk menjatuhkan atau merugikan pihak lain sekaligus menguntungkan diri sendiri. Demi sekedar menyelamatkan muka, demi mempertahankan pamor, maka tidak tanggung-tanggung para imam kepala dan tua-tua serta sedadu membuat persekongkolan yang berdampak amat dahsyat yakni mencemarkan keilahian Kristus sekaligus menyesatkan banyak orang hingga masa kini (tidak hanya di saat ditulisnya Injil Matius ini). Tidak mengherankan jika banyak orang di masa kini menyangsikan kebangkitan Kristus dari maut, karena para saksi itu justru membuat kesaksian dusta. 

Sungguh tragis, sebelum disalib Yesuspun telah menjadi korban persekongkolan yang melibatkan Yudas Iskariot, murid yang seharusnya mendukung Gurunya. Setelah Yesus disalib, persekongkolan masih berlanjut, dilakukan oleh pemimpin agama yang seharusnya memberi teladan yang baik. Persekongkolan juga melibatkan serdadu yang dilatih dan terlatih untuk membela kebenaran, bukan untuk menerima uang suap. Dengan demikian, siapapun orangnya akan mudah sekali untuk terbuai oleh keuntungan dari persekongkolan. Persekongkolan ialah cara yang relatif praktis (dan curang) untuk pencapaian tujuan. 

Gagasan persekongkolan tercetus begitu saja tanpa memikirkan akibatnya. Dalam persekongkolan terjadi juga pemaksaan kehendak. Di ayat 13 Imam kepala berkata “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur“. Konspirator jarang memikirkan akibat dari persekongkolan yang mereka buat karena sejak awal mereka tidak menghormati moralitas. Yang menjadi fokus pelaku persekongkolan adalah bagaimana seefektif dan seefisien mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, tanpa mempertimbangkan benar-tidaknya cara itu. Terbukti bahwa persekongkolan selalu memutarbalikkan fakta, mengaburkan kebenaran, serta mempraktikkan kebohongan. 

Setiap orang percaya yang juga adalah bagian dari kelompok masyarakat hendaknya waspada dan berhati-hati saat memasuki lapangan sosial yang menghubungkan diri-sendiri dengan orang-orang di sekitar. Tanpa kita sadari dan tanpa kita sengaja, baik secara langsung atau tidak, lingkungan kita sering mempengaruhi kita untuk masuk kedalam sistem persekongkolan yang merugikan pihak lain. Konspirasi, persekongkolan, kongkalikong cenderung sudah menjadi bentuk hubungan yang wajar dalam lingkungan sosial. 

Penting sekali bagi setiap orang percaya untuk sadar dan terjaga saat ia berada dalam kumpulan orang banyak. Jika ia berada dalam kumpulan orang percaya, maka hal itu tidak mengkhawatirkan, karena kumpulan orang percaya adalah kumpulan yang dilandasi oleh kehadiran Kristus di tengah-tengah mereka (Mat. 18:20). Sebaliknya, kumpulan plural adalah kumpulan yang memiliki lebih besar pengaruh bagi anggota di dalamnya. Sangat disayangkan jika orang percaya justru terpengaruh oleh faktor eksternal. Sudah seharusnya, faktor internal dalam diri orang percaya diberdayakan untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh eksternal yang berusaha menaklukkan faktor internal orang percaya. 

Soerjan – BM 256