PEMBERITAAN YANG BERPUSAT KEPADA KEBANGKITAN KRISTUS

Spiros Zodhiates


“.... maka sia-sialah pemberitaan kami .....” ( 1 Korintus, 15: 14b).
Seorang petani suatu kali membarter sekeranjang kacang dengan beberapa buku yang ia inginkan. Setelah petani itu berlalu, sipemilik toko membuka selongsong satu buah kacang, dan didapatinya selongsong itu kosong. Dia buka satu lagi, satu lagi, satu lagi dan satu lagi - - akhirnya ia dapatkan semua selongsong itu tidak berisi. Apa gunanya selongsong kacang yang melompong, tidak ada biji atau intinya? Dengan demikian pula jadinya khotbah-khotbah apostolik kalau tidak ada kebangkitan, “Andaikata Kristus tidak dinamgkitkan,  maka sia-sialah pemberitaan kami ..”  tulis Paulus.
Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “sia-sia” dalam ayat 14 adalah kenon (nominatif [bentuk kata benda yang berfungsi sebagai subjek ] netral tunggal dari kenos] dan kenee (nominatif feminin tunggal). Ayat 17 mengulang kembali bagian kedua dari ayat 14, dengan kekecualian bahwa kata Yunaninya bukan kenee tetapi mataia. Pengulangan itu mempunyai maksud tertentu. Kenos (ee) artinya “kosong, hampa, ketiadaan kenyataan,” Mataios (a) artinya, “tiada hasil, tak berbuah, gagal.” Kata yang kedua ini juga adalah kata yang sama dengan yang digunakan dalam Titus 3:9, “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percecokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia(mataioi) belaka,”
“ Maka sia-sialah pemberitaan kami,” Kata pemberitaan disini adalah keerugma, yang penyampaian khotbah tetapi isinya. Pemberitaan atau khotbah kita akan hampa kalau Kristus tidak bangkit. Kalau kasusnya demikian, mengapa susah-susah berkhotbah,atau memberitakan injil? Perhatikan bahwa Paulus tidak mengatakan “pemberitaanku” tetapi”pemberitaan kami”, yang sekali lagi menekankan kebulatan suara para rasul yang telah ia nyakandalam ayat 11: “Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kamu menjadi percaya,”  Ia mau orang-orang Korintus menyadari bahwa ini bukan sekedar simpulan semua rasul yang lebih tua, yang telah melihat Yesus dibumi, dan lebih istimewa setelah kebangkitanNya. Kalau Kristus tidak bangkit dari kubur, maka pemberitaannya dan pemberitaan rasul-rasul lain akan laksana orang selongsong kacang yang hampa, – pemberitaan mereka hanya sekedar kata-kata dan frase melompong tanpa substansi atau jiwa. Dalam kenyataannya, meskipun orang-orang Korintus yang menolak kebangkitan umum itu tidak bermaksud melempar cercaan apapun terhadap pengajaran para rasul, tapi lebih kurang membawanya pada sama sekali kehilangan kepercayaan. Mereka tidak menyadari bahwa dengan implikasi itu mereka memproklamirkan kepada dunia bahwa pengajaran para rasul hanya merupakan suatu mimpi kosong.
 Merupakan kewajiban Paulus untuk tidak mencurangi mereka, sebagaimana semua pelayanan Injil yang setia tidak mencurangi siapapun yang membantah bahwa tidak ada kebangkitan. Karena sangkalan mereka secara logis termasuk kebangkitan Kristus, maka akan fatal bagi keyakinan para rasul untuk menjadi guru-guru penyataan Allah yang serius. Karena kalau ada satu kebenaran yang dengannya para rasul mempertaruhkan kebanggaan mereka sebagai pesuruh-pesuruh Allah, kebenaran itu adalah bahwa Kristus telah bangkit dari kematian. Kebangkitannya merupakan instrumen yang dengannya mereka dapat berhasil membuka jalan bagi perhartian umat. KebangkitanNya merupakan bukti terhadap kebenaran yang mereka bicarakan; yang sesungguhnya merupakan bagian yang paling penting dari apa yang selama ini mereka beritakan.
 Dua bulan berlalu sejak kebangkitan Kristus sebelum para rasul mulai memberitakannya, dengan kepercayaan manusia yang mengetahui bahwa mereka tidak akan dengan berhasil disangkal, dan bahwa pernyataan mereka dapat disidik kebenarannya. Seseorang dapat menjadi rasul hanya kalau ia telah melihat Kristus yang bangkit hingga menunjang kesaksian pribadi mereka dalam mengkhotbah fakta bahwa Kristus telah bangkit dari kematian. Dan tatkala Matias dipilih untuk menempati posisi lowong yang ditinggalkan Yudas, Petrus mendefinisikan pekerjaan rasul : “..menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitanNya” (KPR 1:22).
Kita dapati bahwa khotbah pemberitaan Paulus dan Petrus mencerminkan hal ini. Pokok dari keseluruhan khotbah pertama yang pernah disampaikan Petrus dalam Gereja Kristus, tatkala ia dikelilingi oleh sebelas rasul lain pada hari Pentakosta, adalah kebangkitan, yang harus disaksikan olehnya dan oleh semua rasul disaksikan olehnya dan oleh semua rasul, sebenarnya telah dinubuatkan oleh Daud dalam Mazmur 16 (KPR 2:22-36).
Lagi pula, bagaimana Petrus dapat menjelaskan mujizat penyembuhan menjelaskan mujizat penyembuhan seorang lelaki pincang di Gerbang Indah Bait  Allah, kepada dua alamat yang ia khotbahi, pertama kepada kerumunan penonton, dan berikut ketika ia ditangkap dan dibawa kehadapan Sanhedrin? Dalam kedua kesempatan ia menunjuk mujizat itu sebagai wujud penyataan kuasa Yesus Kristus; yang hidup karena bangkit dari kematian, yang bangkit kembali kendati dibunuh di kayu salib (KPR 3:12-16; 4:8-12).

Kebangkitan Yesus merupakan petunjuk bagi misteri yang begitu membingungkan orang-orang Yahudi dan tua-tua mereka, bahwa orang-orang miskin yang tidak terpelajar dapat mengerjakan mujizat-mujizat seperti itu dan memenangkan pengaruh sedemikan luas. Lagi, ketika terjadi sejumlah besar orang bertobat, dan para rasul ditangkap untuk kedua kalinya dan dituduh telah memenuhi Yerusalem dengan doktrin mereka, apa pembelaan Petrus? Ia mengatakan bahwa para rasul tidak dapat menahannya; kebangkitan itu adalah suatu kenyataan yang didesakkan terhadap mereka. “Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: ’Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh” (KPR 5:29-30).