Memberdayakan Hati & Pikiran

dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,  sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.”  -Kolose 1: 20-23

Hati dan pikiran adalah dua hal yang harus ada dalam kepribadian manusia. Inilah yang harus kita sadari bahwa hati dan pikiran orang percaya harus diberdayakan, dimanfaatkan seluas-luasnya, semaksimal mungkin untuk kemuliaan Allah. Oleh karena itu, seharusnya tidak boleh ada lagi ungkapan yang mengatakan bahwa pikiran adalah untuk pria dan perasaan adalah untuk wanita. Baik Pria maupun wanita harus menggunakan baik hati maupun pikirannya.
Kata bertekun dalam iman di ayat 23 berarti terus-menerus melakukan sesuatu termasuk tugas-tugas yang dipercayakan kepada orang percaya. Aktifitas yang terus menerus dan maksimal untuk tujuan kebaikan merupakan salah satu bentuk dari pemberdayaan.
Dahulu kita jauh dari Allah dan memusuhi Allah karena hati dan pikiran kita jahat sehingga kita menjahati Allah. Sumber dari setiap perbuatan jahat adalah hati dan pikiran yang jahat. Dalam iman Kristen, kejahatan terbesar yang tak terampunkan adalah hati dan pikiran yang jahat, yakni hati dan pikiran yang tidak mempercayai Yesus sebagai juru Selamat tetapi yang mempercayai perasaan dan pikirannya sendiri.
Meskipun kita pernah membuat Allah tak berkenan, namun dijelaskan di ayat 22 betapa Allah mengasihi umat manusia, yang telah menjahati-Nya. Ia tidak serta merta membalas kejahatan manusia ciptaan-Nya, melainkan berinisiatif mengusahakan keselamatan bagi para ciptaan-Nya dengan mengutus Putra yang dikasihi-Nya untuk mendamaikan keretakan atau kerenggangan hubungan antara Allah dan manusia, yakni kerenggangan hubungan karena pemberontakan manusia melawan Allah. Oleh karena itu Yesus yang menjadi Pendamai ini kemudian dibuat  seolah-olah berbuat dosa karena menjadi manusia dan berbaur dengan manusia.
Kini kita menjadi umat yang telah didamaikan. Hati dan pikiran harus diarahkan pada hal-hal yang benar. Fil. 4:8:  Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.  Col 3:2:  Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.   Hati dan pikrian harus diberdayakan. Mustahil adanya pemberdayaan sumber daya manusia tanpa pemberdayaan hati & pikiran.
Dahulu kita hidup jauh dari Allah dan memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran kita seperti yang nyata dari perbuatan kita yang jahat. Kata “dahulu” merujuk pada masa lalu. Kalau kita bicara tentang masa lalu maka kita bicara masa yang telah lewat, yang ada baiknya kita lupakan. Memikirkan masa lalu bisa menghambat untuk maju. Masa lalu adalah benalu. “sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita. (Maz. 103:12). Setiap orang memiliki masa lalu, dan masa lalu itu tidak seharusnya kita ungkit-ungkit, supaya tidak membuat siapapun sakit.
Ayat-ayat yang kita baca dari Kol 1:20-23 ini juga berbicara tentang semangat perdamaian. Allah yang dahulu dimusuhi memiliki semangat untuk berdamai dengan musuh-Nya, inilah yang disebut rekonsiliasi. Demikian juga, Yesus Kristus memiliki semangat untuk mendamaikan sengketa antara Bapa-Nya dengan umat manusia. Perdamaian dan Pendamaian. Demi berdamai dengan manusia, Allah Bapa mengorbankan Putra Tunggal-Nya Yesus Kristus, dan demi mendamaikan kedua belah pihak yang bersitegang, Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya: Tubuhnya dan harga-diri-Nya.
Melalui karya Kristus perubahan luar biasa terjadi dalam hidup kita. Perubahan status dari pendosa menjadi orang benar harus diimbangi perubahan hati dan pikiran kita. Hati dan pikiran inilah yang melatarbelakangi tutur-kata, sikap, dan perbuatan manusia.
Hati dan pikiran adalah bagian dari manusia sebagai pribadi. Cara kerja atau fungsi hati dan pikiran orang percaya harus dilandasi oleh motivasi yang benar sesuai dengan Pribadi yang berkuasa atas hati dan pikiran manusia, yakni Roh Kudus.
Pemberdayaan hati dan pikiran tidak dimaksudkan untuk memperdayai pihak-pihak lain. Hati dan pikiran harus terus dirangsang dan peka untuk memikirkan hal-hal yang mulia.
Memprihatinkan memang jika kita mendengar bahwa bangsa Indonesia yang dulunya terkenal dengan budaya santunnya kini menjadi negeri yang dikenal tidak lagi memiliki hati yang ramah dan akal yang sehat.
Sejajar dengan iman yang harus dimurnikan, hati dan pikiran jemaat Kolose yang dahulunya berada pada arah yang salah juga harus diarahkan balik pada hal-hal yang benar. Memang kebenaran yang tersingkap itu menjadi pil pahit, namun tetap harus ditelan juga demi kesembuhan. Memang pahit bagi jemaat kolose untuk meninggalkan tradisi-tradisi termasuk filsafat yang mereka anut sekian lama. Memang begitulah pahitnya memurnikan hati dan merasionalkan pikiran.
Hati dan pikiran harus dikembalikan kepada fungsi semula, yakni hati dan pikiran yang menggambarkan manusia sebagai citra Allah. Hati dan pikiran yang tidak lagi menjahati Allah adalah hati dan pikiran yang dikuasai oleh kuasa Roh Kudus.
Hati dan pikiran adalah kekayaan terbesar yang harus kita pelihara. Banyak orang hancur hidupnya lantaran hati dan pikiran yang tak terurus sebagaimana mestinya. Keinginan, angan-angan, dan khayalan yang tak mulia, memboroskan energi  berujung pada penyesalan.  Banyak orang cenderung untuk tidak mau menggunakan baik hati dan pikiran yang merupakan anugerah Tuhan.
Inilah saatnya untuk memadukan domain hati dan pikiran untuk hal-hal yang mulia.
“bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil”, Dalam rangka itu, Marilah kita gunakan hati dan pikiran kita untuk kemuliaan Tuhan. Berpartisipasi dalam kegiatan persekutuan orang percaya, ambil bagian dalam pelayanan, mengasihi Saudara seiman itulah wujud dari pemberdayaan hati dan pikiran. Kalau dalam 1Tes. 5:19  dinyatakan Janganlah padamkan Roh,  maka putuskan untuk Jangan bunuh kreatifitas. Semakin hati dan pikiran diberdayakan, maka semakin terasahlah mereka. Sebaliknya, memanjakan hati dan pikiran, mengasihaninya, justru membuat keduanya tak berdaya.    –Soerjan, Berita Mimbar