Gagak - Gagak itu, Ternyata Tidak Tamak, Lho!

Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu. (1Raj.17:6).
Kalau saja semua orang mencontoh burung-burung gagak itu maka kecil sekali kemungkinan terjadinya berbagai penyimpangan finansial alias korupsi di negeri ini. Mengapa? Burung‑burung gagak yang sering dianggap sebagai burung liar ini tidak menganggap bahwa makanan berupa roti dan daging yang mereka peroleh itu untuk diri mereka sendiri.  Dengan kata lain,  mereka tahu yang mana atau seberapa yang menjadi haknya.  Hal ini bukan berarti bahwa burung‑burung itu memberi Elia sisa dari yang mereka makan. Tidak diceritakan secara teknis bagaimana penyaluran makanan tersebut,  tapi dipastikan bahwa burung itu dengan sengaja membagi sesuai porsinya. Mereka mengambil yang menjadi haknya dan memberikan porsi yang lain untuk hamba Allah. Menakjubkan bukan?
Dari kisah tersebut timbullah pertanyaan, bagaimana mungkin hal itu terjadi? Bagaimana mungkin burung bisa bertindak seperti (bahkan lebih baik)  dari manusia. Secara alami, burung hanya akan memikirkan sesama spesiesnya. Jawabnya sederhana,  karena burung itu diperintahkan oleh Tuhan (burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana." ayat 4). Oleh kuasa‑Nya, Allah memampukan burung itu untuk berbuat seperti manusia. Bahkan bisa dikatakan perbuatan burung itu lebih baik dari perbuatan sebagian manusia   yang adalah ciptaan tertinggi dari Allah. Banyak orang berdiam diri melihat kesusahan saudaranya. Lebih memprihatinkan karena tidak jarang dan tidak sedikit manusia menyakiti dan merugikan sesamanya.
Dalam hal motivasi, dipastikan bahwa gagak-gagak itu tidak memiliki pamrih saat mereka melakukan kebaikan terhadap Elia. Mereka tidak mengharapkan apapun sebagai balasan atas kebaikan yang mereka lakukan.
Kebaikan seperti ini hendaknya menjadi keteladanan di saat tidak banyak situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi orang untuk melakukan kebaikan tersebut. Inilah saat bagi setiap orang percaya untuk menyadari panggilannya sebagai utusan kasih sorgawi bagi  jiwa‑jiwa yang terhilang dan bagi mereka yang mengalami kekurangan.
Nampaklah jelas bahwa kebaikan burung itu terjadi hanya oleh karena burung itu bertindak sebagaimana yang diperintahkan Allah. Perbuatan burung itu memberi manfaat bagi Elia. Ini merupakan sesuatu yang indah untuk direnungkan. Secara visual,  itu juga merupakan pemandangan yang indah untuk disaksikan. Hal yang sama juga harus terjadi dalam kehidupan orang percaya. Untuk bisa mendatangkan hal‑hal yang indah, seseorang harus melakukan perintah Allah. Kebaikan harus dilakukan karena itu merupakan perintah Allah, bukan karena pamrih. Mernang itulah kewajiban kita sebagai manusia, yaitu berbuat kebaikan.                                                                     (Rev. J.H. Lesnussa-Berita Mimbar Magazine)