Tiap Detik Yang Berharga

Karena manusia itu tak bisa mengendalikan perjalanan waktu maka hari ulang tahun itu pasti datang. Bagi yg suka dengan hari itu maka ia tidak sabar menantikannya. Bagi yang tidak menyukainya akan kalo bisa menghindarinya. Kemungkinan dia berpikir wah umur sdh tambah tapi yg dicita-citakan belum kesampaian.
Menurut Abraham Lincoln, yang berharga dalam kehidupan manusia bukanlah tahun-tahun yang dijalani dalam kehidupan seseorang melainkan kehidupan yang  dijalani dalam tahun-tahun tersebut. Jadi yang berharga adalah kualitas kehidupan bukan rentang waktu kehidupan. Hal ini senapas dengan yang diungkapkan Salomo ketika menjawab tawaran Tuhan. Ia lebih suka dianugerahi kebijaksanaan dan pengertian daripada “kekayaan, harta benda, kemuliaan atau nyawa pembencinya, dan juga tidak meminta umur panjang, (2Taw 1:11) 
Nampaknya kualitas kehidupan tidak ditandai dengan apa yang berhasil diraih orang atau sudah menjadi apa dia, melainkan karena kemelekatan hidup bersama Allah di sepanjang kehidupan. Itulah mengapa piihan Salomo menghasilkan buah yang bisa kita nikmati melalui hikmat yang diwariskan kepada kita. Hikmat tersebut sungguh berharga dalam kehidupan orang percaya ketika merenungkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita. Seandainya Salomo meminta kekayaan, belum tentu kita dapat mewarisinya. Tetapi kedekatan Salomo dengan Pencipta-Nya menjadikan dia dihargai oleh Tuhan  dan dihormati manusia.
Tiap detik dalam kehidupan  itu berhrga, khususnya bagi mereka yg dekat dengan Tuhan. “Hidup dimintanya dari pada-Mu; Engkau memberikannya kepadanya, dan umur panjang untuk seterusnya dan selama-lamanya. Tuhan tidak bs didikte utk hal ini.” (Maz 21:5) . Dalam hal umur manusia, Tuhan tidak bisa didikte oleh manusia. Umur panjang atau pendek adalah milikNya. Tuhan juga tidak mau didikte untuk memanggil seseorang pulang kepada kekelan. Oleh karena itu kita sering mendengar kiasan yang mengatakan ada org yg memiliki lebih dari satu karena terhindar dari berbagai hal yg beresiko kematian.
Perjuangan untuk hidup telah manusia lakukan sejak lahir. Seorang bayi akan dengan bahasa bayinya meminta kepada orang tua atau orang2 dekatnya atau siapa saja supaya ia bisa tetap hidup. Hidup itu telah diberikan kepada kita. Bahkan hidup dalam kelimpahan telah dijanjikan. Umur panjang dan kelestarian hidup itu merupakan simbolisasi betapa Sang Pemberi Hidup  itu memberi kebahagiaan kepada yang Dia kenan.  “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” (Ams. 23:18). 
Di setiap tibanya hari ulang tahun, mestinya setiap orang  diingatkan betapa Tuhan mengasihinya. Tuhan mengijinkan setiap orang untuk lahir ke dunia, meskipun harus menangis saat kelahirannya. Tangisan itu menandakan betapa lemahnya dia dan bersyukur bahwa ada banyak orang tersenyum bahagia atas kelahirannya dan siap untuk menolong dia menempuh perjalanan hidup di dunia ini. Kelemahan makhluk kecil itu telah Tuhan atasi dengan keberadaan orang-orang yang mengasihinya.
Kita mengucap syukur utk hari ulang tahun, tetapi kita jg harus mengucap syukur utk setiap hari karena setiap hari yang Tuhan berikan adalah waktu yang diberikan manusia untuk menjalani hidup yang telah Ia berikan. 
Memang selama menjalani kehidupan idak semua orang bisa menikmati semua pengalaman yang menyenangkan seperti yang diharapkan- Namun kita harus ingat bahwa hidup itu telah Ia berikan untuk kita jalani sehingga Ia juga tidak akan membiarkan setiap orang menjalani dalam kesendirianNya. Apapun yang terjadi dalam kehidupan manusia bisa saja tidak jadi terjadi jika Ia tidak mengijinkan. Ia tahu batas-batas kemampuan setiap orang dalam menjalani pengalaman pahitnya. 
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1Kor 10:13). 

Penantian Tuhan Dan Penantian Manusia.

"Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:18).
Lihatlah betapa luar biasanya kasih Tuhan pada kita. Adalah kerinduan Tuhan untuk menunjukkan kasihNya pada kita. Untuk bangkit menyayangi kita. Tuhan rindu untuk memberkati kita. Tidakkah ini luar biasa? Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah senang melihat kita didera penderitaan. Kalaupun Tuhan terkadang mengijinkan kita untuk mengalami persoalan, itu semata-mata untuk membuat kita sadar bahwa sebagai manusia kita tidak akan berdaya jika hanya bergantung pada kekuatan diri kita sendiri saja. Tuhan ingin mengajar kita untuk mau bergantung kepadaNya, sehingga Tuhan bisa menunjukkan kasih sayangNya pada kita. Ada kalanya kita diijinkan Tuhan memasuki padang gurun agar kita bisa belajar untuk benar-benar bergantung pada Tuhan. "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN." (Ulangan 8:2-3).
Ada kalanya kita harus diam dan tenang. Sikap diam dan tenang bukan mengajarkan kita untuk bermalas-malasan, melainkan mengajarkan kita untuk percaya sepenuhnya pada Tuhan. Ada kalanya kita harus menghentikan segala kekhawatiran dan ketakutan kita, dan kembali mempercayakan segalanya kepada Tuhan. Tidak perlu panik, tidak perlu takut, tidak perlu ragu, karena Tuhan sedang menanti-nantikan saat untuk menyatakan kasihNya dan menyatakan sayangNya kepada kita. Tuhan menantikan kita untuk mampu belajar dari persoalan hidup, belajar untuk berhenti mengandalkan orang lain dan diri sendiri, dan kembali untuk percaya kepadaNya secara penuh, menyerahkan hidup sepenuhnya  kepadaNya, sehingga ketika saat itu tiba, Tuhan pun akan dengan senang hati melimpahkan kasihNya secara luar biasa kepada kita. Dia rindu untuk menyatakan berkatNya kepada kita.
Dia tengah menanti-nanti untuk menunjukkan kasihNya. Percayalah sepenuhnya kepada janji Tuhan dan jangan pernah putus pengharapan! Tuhan adalah Allah yang adil, maka berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia. Adalah suatu kerinduan Tuhan untuk menyatakan kasih dan sayangNya kepada kita
Jangan biarkan diri kita diprovokasi persoalan dan beban kehidupan. Yang berhak dan pantas serta punya kewenangan untuk mengendalikan hidup kita adalah Allah sumber damai sejahtera yang kita agungkan dalam Kristus. Dan kita bersyukur untuk hal itu. Tuhan ingin mengajarkan kita untuk mau bergantung kepadaNya, sehingga Tuhan bisa menunjukkan kasih dan sayangNya pada kita. Percayalah sepenuhnya kepada janji Tuhan dan jangan pernah putus pengharapan.  (Yneh Yanirus).

Mempercayai Allah Yg Tidak Kelihatan

Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. (Mat. 6:6).
Allah yang tidak kelihatan bisa melihat segala sesuatu, baik yang kelihatan atau tidak.
Segala sesuatu baik yang kelihatan atau tidak kelihatan oleh manusia, bisa dilihat Allah.
Org yang berada di tempat tersembunyi/persembunyian  tidak bisa melihat sesuatu yang terjadi di luar dunianya. Dalam kenyataan, ada keterbatasan orang untuk melihat hal-hal yg tidak kelihatan. Demikian juga dalam kehidupan rohani, orang sering mengalami hal tersebut, yakni ketidak mampuan utk melihat hal yang tidak kelihatan.
Ada kesulitan yg menghalangi orang untuk melihat sesuatu yg tidak kelihatan. Terlebih di masa kini dimana segala sesuatu dipertimbangkan dan dinilai berdasarkan panca indera yang dipadukan dengan logika.
Apa yang diperlukan untuk mempercayai yang tidak kelihatan?
Iman, Ayub 42:2 "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. Ia melakukan segala sesuatu baik yang berkaitan dengan jagad mbesar dan jagat kecil.  
Utk mempercayai yang tidak kelihatan diperlukan hati yang mendengar.  Demikian pula, untuk mempercayai yang tidak kelihatan diperlukan kesabaran. Kepercayaan kitalah yang menggerakkan Allah untuk mengentaskan kita dari kemelut demi kemelut.  
Yakobus 1:2  Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan.  Gagasan dalam ayat ini merupakan gagasan paradox, atau kontradiksi yg ironis bagi orang banyak jika dinilai dari indera dan logika. Namun bagi Tuhan gagasan ini tidak paradoksal.

Ujian Hidup:

Kecenderungan banyak orang adalah meninggalkan permasalahan dengan cara meninggalkan Allah yang tidak kelihatan yang seharusnya menjadi tempat mencari perolongan. Kebosanan, rasa  jemu dan rasa jenuh untuk berdoa menjadikan orang lebih suka mencari jalannya sendiri.
Tidak dipungkiri bahwa ujian hidup menjadikan orang begitu lama menanggung rasa sakit, rasa malu dan kesrakat. Ada ujian hidup yg seolah berlomba dengan iman, mana yang lebih betah dan kerasan seolah-olah tak kunjung berakhir.
Sebaliknya, Kelimpahan juga merupakan ujian hidup: Saat ada banyak harta, untuk apa memanjatkan doa Bapa kami untuk minta rejeki dan makanan setiap hari. Utk apa berdoa. Kalo perlu swalayan dibeli.
Ada kesulitan yg menghalangi orang untuk melihat sesuatu yg tidak kelihatan. Saat dalam kelimpahan, untuk apa berdoa apabila sedang sakit. Utk apa berdoa, kalo perlu rumah sakitnya nya dibeli. Kelemahan fisik, kekuatan fisik sebenarnya sama-sama merupakan ujian hidup.
Apa yang Anda pikirkan saat bangun pagi pada hari Minggu? Melanjutkan tidur, melanjutkan pekerjaan/tugas rumah/tangga, merencanakan rekreasi keluarga, pergi ke gereja, atau pergi ke gereja sambil melanjutkan tidur di gereja? Jawaban2 atas pertanyaan ini berkaitan erat dengan bagaimana kita menempatkan kepercayaan kita kepada Allah yang tidak kelihatan.

MEMPERCAYAI BAHWA SEGALA SESUATU DILIHAT ALLAH YG TIDAK KELIHATAN

Ketika Allah memungut dan menggenggam kita,  maka Ia tidak menilai kita dari hal-hal yang dinilai orang atas kita. Namun, Ia menilai kita menurut pertimbanganNya, bahwa kita sangat bernilai dan berharga bagi Dia. Jadi, kalau menurut Dia kita sangat berharga, apa yang kita takutkan?
Yang tua tidak perlu menyesali masa lalu, yang muda tidak perlu mencemaskan masa depan. Begitu kita berada di tangan Allah kita akan diperlakukan setimpal dengan nilai kita, bukan sesuai penampilan kita, baik yang kita lihat atau yang orang lain lihat atas diri kita.  
Mungkin selama hidup tidak ada damai sejahtera, selamanya akan begitu, suka tidak suka, mau tidak mau, itulah yg terjadi. Tekanan hidup bisa terjadi saat seseoang menginjak usia balita, berlanjut usia anak-anak, usia remaja berlanjut usia dewasa dan seterusnya. Selama hidup bisa saja orang mengalami kelemahan tubuh, kekurangan, masalah rumah tangga, dll. Tapil kehidupan harus berjalan terus.  Kita berharap bahwa ungkapan kehidupan harus berjalan terus ini bermakna positif. Artinya, kehidupan yang diwarnai berbagai beban berat ini tidak lepas dari perhatian Allah yang tidak pernah mengalihkan kepedulianNya sepanjang hidup kita.

Kalau dikatakan bahwa Allah itu tidak kelihatan atau tersembuny, bukan berarti Ia tidak berkarya atau tidak melakukan apa-apa saat kita mengalami pergumulan. Masalah yang begitu besar  tidak berarti tidak dapat teratasi. Ada masalah kecil yang menjadikan orang hilang kepercayaan kepada Allah yang tidak kelihatan. Sebaliknya, ada masalah yang besar justru menjadikan orang makin kuat dalam ketergantungan kepada Allah yang tidak kelihatan. Satu-satunya cara untuk menikmati sepanjang jalan kehidupan yang penuh ujian hidup adalah dengan mempercayakan perjalanan tersebut bersama Allah yang tidak kelihatan yang selalu kita lihat dalam diri Kristus. (Zephaniah)

Masih Ada Jalan Keluar

Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" . (Lukas 7:13)

Peristiwa mati itu sudah terjadi. Kesedihan itu sudah terjadi. Masalah atau persoalan hidup itu sudah terjadi. Kalau dikatakan bahwa manusia itu hidup untuk mati atau hidup itu bermuara kepada mati, berarti puncak persoalan kehidupan itu sudah terjadi. Hal yang logis adalah Semua orang akan mengalami kematian dan semua orang bisa mengalami kesedihan. Tetapi hal yang logis pula bahwa kita pantas meminta pertolongan Tuhan Yesus karena hati-Nya mudah digerakkan oleh belas kasihan dan Ia memang mampu memberi jalan keluar atas segala permasalahan kita bahkan ketika permasalahan itu sudah memuncak. Kalau Ia bisa membangunkan orang mati berarti Ia bisa melakukan apa saja.
Jangan mudah teralihkan kepercayaan kita jika ada orang yang sudah menganggap Tuhan itu tidak ada. Mereka menghapus Tuhan dari akal sehatnya.  

KETENANGAN HATI
“Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”  (1Petrus 4:7) 
Akankah hati kita akan ikut mengamuk saat badai mengamuk dalam kehidupan kita? rupanya Tuhan tidak pernah menjawab doa kita saat hati kita masih bergejolak tidak tenang, bahkan terang2an memprotes Tuhan. Tapi dalam ketenanganlah Tuhan berbisik kepada kita untuk mengatakan Jangan Takut Aku akan akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. 
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak  akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1Kor. 10:13) 

JALAN KELUAR
Saat kita tidak tenang, kita tidak bisa melihat jalan keluar. Saat kita tenang, kita menjadi sadar bahwa jalan keluar itu ada di dalam Yesus. Pencobaan datang dan pergi (bertubi-tubi, susul menyusul tidak pernah diduga). Pencobaan yang datang itu bisa makin menguat dan makin berat atau bisa juga kuat lemahnya itu fluktuatif. 
Sebagai manusia, kita merasa diri kita adalah sosok paling rasional. Oleh karenanya, hal-hal yang ada di luar pengetahuan kita cenderung kita anggap tidak rasional. Beberapa kali, dalam Alkitab kita menjumpai Tuhan yang seakan-akan hendak meruntuhkan kesombongan logika manusia. Daud-seorang anak tanpa pengalaman perang-mengalahkan Goliat; Nuh membangun bahtera di tengah musim yang sedang kering;  “Wah Perkembangannya sudah separah ini, mana mungkin dapat diperbaiki. Dokter berkata begini, ahli ekonomi menyimpulkan begitu, ahli hukum berpendapat demikian, pendapat “orang pintar” lebih menakutkan lagi”. Pernahkah kita bertanya kepada Sang Ahli Sejati.  Badai bisa mengamuk kepada siapa saja, baik di tempat kerja, di rumah tangga, di bangku pendidikan dll. Badai itu seolah-olah akan meruntuhkan karir, reputasi, keutuhan rumah tangga, prestasi akademis dll.
Apa yang terjadi jika logika kita menyimpulkan adanya jalan buntu berupa tembok yang tinggi yang tidak mungkin kita lompati. Itulah saatnya logika/pikiran  membunuh hati dan merontokkan iman. Pikiran memberi sinyal ke hati dengan mempropagandakan adanya sesuatu yang harus kita kuatirkan. Itulah suatu momen yang disebut sebagai matinya iman kita sekaligus tumbuhnya benih keraguan. Dalam keadaan seperti ini, kita akan sakit kepala memikirkan masalah itu, kita tidak lagi mampu memikirkan hal-hal kecil di luar masalah tersebut.
Mempercayai hal yang tidak masuk akal itu masih masuk akal selama itu didasarkan pada Firman Tuhan.  Ibr 11:1  Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dalam kehidupan iman, kita akan banyak  terlibat dalam kehidupan yang tidak masuk akal. Dan kita akan terombang-ambing jika jika kita tidak memasrahkan hal yang tidak masuk akal tersebut kepada Tuhan kita. Saat hati tidak tenang, logika akan tampil menonjol.
Seringkali kita mengharapkan Mukjizat dengan menghindari masalah. Padahal mujizat tidak mungkin datang kalau tidak ada masalah. Besar kecil mujizat juga tergantung besar kecilnya persoalan hidup.

REALITAS KEHIDUPAN
Faktanya, ada orang yang sudah setiap saat berdoa untuk keselamatan dalam perjalanan hidupnya. Tapi fakta berikutnya, orang tersebut tetap saja mengalami kecelakaan dalam perjalanan kehidupan. Tapi fakta yang pasti adalah bahwa hal itu pasti terjadi seijin dan sepengetahuan Tuhan. Karena Tuhan mengijinkan dan tahu hal itu terjadi, maka Tuhan akan mendengarkan seruan doanya. Bukan tanpa maksud apa-apa jika Tuhan mengijinkan apapun terjadi dalam hidup kita.  
Dia adalah Allah yang bertanggung jawab atas hidup kita. Di dalam Dia pengharapan tidak pernah mengecewakan. Allah kita bukanlah tipe yang suka meninggalkan tanggungjawab. Dia tahu kapan saatnya kita berada dalam batas kekuatan kita.
Inti dari hal tentang iman adalah meyakinkan Yesus bahwa kita memiliki iman kepada-Nya.   “Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni."  (LuK 5:20).
Akhirnya, sadarilah bahwa Tuhan itu masih ada dan akan selamanya ada untuk kita  Tuhan ada untuk memberi jalan keluar atas persoalan hidup kita. Tenangkan hati untuk mendengar Tuhan berbisik dan menepuk bahu kita. Jangan percaya pada pengertian kita sendiri, itu sumber kekhawatiran dan keraguan. Permasalahan hidup adalah untuk mendekatkan kita kepada Tuhan dan menguatkan iman kita.(Neindra)

Persepakatan Atau Persekongkolan


Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa." Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.( Mat. 28:11-15)
Adanya kumpulan orang memungkinkan terjadinya dua bentuk hubungan yakni konflik atau kesepakatan. Lebih jauh lagi, dua kemungkinan dalam kesepakatan yakni adalah kesepakatan untuk tujuan yang baik  dan sebaliknya untuk tujuan jahat, persekongkolan, konspirasi, atau plot.
Biasanya, motif yang melandasi persekongkolan adalah ambisi untuk menjatuhkan atau merugikan pihak lain sekaligus menguntungkan diri sendiri. Demi sekedar menyelamatkan muka, demi mempertahankan pamor,  maka tidak tanggung-tanggung para imam kepala dan tua-tua serta sedadu membuat persekongkolan yang berdampak amat dahsyat yakni mencemarkan keilahian Kristus sekaligus menyesatkan banyak orang hingga masa kini (tidak hanya di saat ditulisnya Injil Matius ini). Tidak mengherankan jika banyak orang di masa kini menyangsikan kebangkitan Kristus dari maut, karena para saksi itu justru membuat kesaksian dusta. 
Sungguh tragis, sebelum disalib Yesuspun telah menjadi korban persekongkolan yang melibatkan Yudas Iskariot, murid yang seharusnya mendukung Gurunya. Setelah Yesus disalib, persekongkolan masih berlanjut, dilakukan oleh pemimpin agama yang seharusnya memberi teladan yang baik. Persekongkolan juga melibatkan serdadu yang dilatih dan terlatih untuk membela kebenaran, bukan untuk menerima uang suap. Dengan demikian, siapapun orangnya akan mudah sekali untuk terbuai oleh  keuntungan dari persekongkolan. Persekongkolan ialah cara yang relatif praktis (dan curang) untuk pencapaian tujuan.
Gagasan persekongkolan tercetus begitu saja tanpa memikirkan akibatnya. Dalam persekongkolan terjadi juga pemaksaan kehendak. Di ayat 13  Imam kepala berkata  "Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur“. Konspirator jarang memikirkan akibat dari persekongkolan yang mereka buat karena sejak awal mereka tidak menghormati moralitas. Yang menjadi fokus pelaku persekongkolan adalah bagaimana seefektif dan seefisien mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, tanpa mempertimbangkan benar-tidaknya cara itu. Terbukti bahwa persekongkolan selalu memutarbalikkan fakta, mengaburkan kebenaran, serta mempraktikkan kebohongan.
Setiap orang percaya yang juga adalah bagian dari kelompok masyarakat hendaknya waspada dan berhati-hati saat memasuki lapangan sosial yang menghubungkan diri-sendiri dengan orang-orang di sekitar. Tanpa kita sadari dan tanpa kita sengaja, baik secara langsung atau tidak, lingkungan kita sering mempengaruhi kita untuk masuk kedalam sistem persekongkolan yang merugikan pihak lain. Konspirasi, persekongkolan, kongkalikong cenderung sudah menjadi bentuk hubungan yang wajar dalam lingkungan sosial.
Penting sekali bagi setiap orang percaya untuk sadar dan terjaga saat ia berada dalam kumpulan orang banyak. Jika ia berada dalam kumpulan orang percaya, maka hal itu tidak mengkhawatirkan, karena kumpulan orang percaya adalah kumpulan yang dilandasi oleh kehadiran Kristus di tengah-tengah mereka (Mat. 18:20). Sebaliknya, kumpulan plural adalah kumpulan yang memiliki lebih besar pengaruh bagi anggota di dalamnya. Sangat disayangkan jika orang percaya justru terpengaruh oleh faktor eksternal. Sudah seharusnya, faktor internal dalam diri orang percaya diberdayakan untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh eksternal yang berusaha menaklukkan faktor internal orang percaya. (Yanroes) BM 256.

Karena Kita Ini Buatan Allah

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10). 

Kita seharusnya bangga karena Allah sengaja menghadirkan kita ke dunia untuk melakukan kehendakNya yang mulia.

Allah berprakarsa dan menyimpan maksud  atas  hidup kita. Dan maksud itu tidak lain adalah supaya kita melakukan yang baik menurut takaran yang Allah tentukan. Kita diciptakan oleh Allah yang sama, tetapi kita memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian yang berbeda inilah yang menandakan kesungguhan Allah dalam menciptakan kita.

Jika Allah tidak secara serius dalam menciptakan kita, maka Ia tidak akan susah-susah mengukir kepribadian manusia sehingga kepribadian tersebut akan sama atau paling tidak mirip antara yang satu dengan yang lain. Menciptakan pribadi yang berbeda malah menyulitkan Allah sendiri. Kalau Allah tidak mau repot-repot dalam menciptakan manusia, maka Ia akan membuat manusia berpribadi sama dengan temperamen yang sama. Akan tetapi, apapun keberbedaan ktia,  Allah menghendaki supaya kita tetap mencerminkan citra Allah.

Sebagai ciptaanNya, kita harus mengenali diri kita sendiri.

Dalam  suratnya  Kepada Jemaat di Efesus,  Rasul Paulus menasihatkan supaya setiap orang terus menghayati keberadaan dirinya sendiri bukannya bersusah payah untuk menjadi sama seperti orang lain. Yang utama dari hal ini adalah mengenal dirinya sendiri sebagai buatan Allah yang diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik. Mengenali diri sendiri juga berarti bahwa setiap orang percaya harus menyadari kemampuan dan peranannya masing-masing.
Kristus adalah kepala bagi jemaat sedangkan jemaat adalah tubuh yang memiliki berbagai anggota. Allah berkehendak supaya anggota-anggota tubuh itu berfungsi dan bergerak sebagaimana seharusnya mereka berperan di bawah kendali kepala.

Kalau para anggota tubuh misalnya tangan ingin menjadi seperti kaki dan sebaliknya, pasti ada sesuatu yang salah dan akan mengakibatkan kesalahan pula. Yang harus kita contoh dari orang lain adalah hakikat keteladanan dan sifat baik mereka, tetapi itu tidak berarti bahwa kita harus menempatkan diri kita pada tempat dan keadaan mereka.

Pandangan Kita atas diri kita haruslah menurut ukuran Allah. 

Pandangan kita atas diri sendiri akan sangat mempengaruhi semua bidang kehidupan kita. Kalau pandangan kita atas diri kita sendiri berdasarkan firman Tuhan, maka kehidupan kita akan berharga bagiNya. Prinsip yang menjadi standard dunia berkata bahwa nilai seseorang ditentukan oleh kekayaan, jabatan atau pekerjaan orang itu.  Kalau jabatan atau pekerjaan berubah, nilai manusia juga  akan berubah.  Karena itu, kalau kita mengikuti filsafat dunia ini, nilai kita  akan berubah setiap kali keadaan kita berubah. Dengan demikian pandangan  kita atas diri sendiri sangat tidak stabil.

Allah mengasihi kita sebagaimana kita adanya, entah kita kaya atau miskin, pintar atau tidak, kuat atau lemah. Nilai kita  dihadapan-Nya tidak ditentukan oleh perubahan yang terjadi dalam diri  kita, atau di sekitar kita. Oleh karena itu setiap orang percaya harus menerima diri kita sebagaimana  adanya sama seperti Allah yang selalu menghargai keberadaan kita.

Kita harus Menerima Diri Kita Sendiri.

Setiap orang diciptakan Allah secara unik dan masing-masing mempunyai kelebihan, keterbatasan  dan kekurangan masing-masing.  Tidak ada seorang pun yang sempurna selain Yesus! Sering kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Bila kita berbuat demikian, maka ada dua      kemungkinan yang terjadi: Kita akan merasa lebih baik daripada orang lain sehingga kita menjadi sombong, jauh dari rendah hati. Kemungkinan yang kedua adalah bahwa kita akan merasa lebih rendah daripada orang lain sehingga kita kehilangan rasa harga diri.


Mustahil seseorang bisa sombong dan rendah hati pada saat yang sama.  Ujung atau kaitan langsung dari meninggikan diri sendiri adalah merendahkan orang lain. Rasa puas dan bermegah dalam Kristus atas apa yang kita miliki atau atas apa yang kita capai menimbulkan dorongan untuk semakin maju. Sebaliknya, kesombongan dan rendah diri menjadikan kita makin mundur atau bahkan memundurkan seseama kita.  (Fanyaze-BM Edisi 255 Jan-Maret 2003). 

Gagak - Gagak itu, Ternyata Tidak Tamak, Lho!

Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu. (1Raj.17:6).
Kalau saja semua orang mencontoh burung-burung gagak itu maka kecil sekali kemungkinan terjadinya berbagai penyimpangan finansial alias korupsi di negeri ini. Mengapa? Burung‑burung gagak yang sering dianggap sebagai burung liar ini tidak menganggap bahwa makanan berupa roti dan daging yang mereka peroleh itu untuk diri mereka sendiri.  Dengan kata lain,  mereka tahu yang mana atau seberapa yang menjadi haknya.  Hal ini bukan berarti bahwa burung‑burung itu memberi Elia sisa dari yang mereka makan. Tidak diceritakan secara teknis bagaimana penyaluran makanan tersebut,  tapi dipastikan bahwa burung itu dengan sengaja membagi sesuai porsinya. Mereka mengambil yang menjadi haknya dan memberikan porsi yang lain untuk hamba Allah. Menakjubkan bukan?
Dari kisah tersebut timbullah pertanyaan, bagaimana mungkin hal itu terjadi? Bagaimana mungkin burung bisa bertindak seperti (bahkan lebih baik)  dari manusia. Secara alami, burung hanya akan memikirkan sesama spesiesnya. Jawabnya sederhana,  karena burung itu diperintahkan oleh Tuhan (burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana." ayat 4). Oleh kuasa‑Nya, Allah memampukan burung itu untuk berbuat seperti manusia. Bahkan bisa dikatakan perbuatan burung itu lebih baik dari perbuatan sebagian manusia   yang adalah ciptaan tertinggi dari Allah. Banyak orang berdiam diri melihat kesusahan saudaranya. Lebih memprihatinkan karena tidak jarang dan tidak sedikit manusia menyakiti dan merugikan sesamanya.
Dalam hal motivasi, dipastikan bahwa gagak-gagak itu tidak memiliki pamrih saat mereka melakukan kebaikan terhadap Elia. Mereka tidak mengharapkan apapun sebagai balasan atas kebaikan yang mereka lakukan.
Kebaikan seperti ini hendaknya menjadi keteladanan di saat tidak banyak situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi orang untuk melakukan kebaikan tersebut. Inilah saat bagi setiap orang percaya untuk menyadari panggilannya sebagai utusan kasih sorgawi bagi  jiwa‑jiwa yang terhilang dan bagi mereka yang mengalami kekurangan.
Nampaklah jelas bahwa kebaikan burung itu terjadi hanya oleh karena burung itu bertindak sebagaimana yang diperintahkan Allah. Perbuatan burung itu memberi manfaat bagi Elia. Ini merupakan sesuatu yang indah untuk direnungkan. Secara visual,  itu juga merupakan pemandangan yang indah untuk disaksikan. Hal yang sama juga harus terjadi dalam kehidupan orang percaya. Untuk bisa mendatangkan hal‑hal yang indah, seseorang harus melakukan perintah Allah. Kebaikan harus dilakukan karena itu merupakan perintah Allah, bukan karena pamrih. Mernang itulah kewajiban kita sebagai manusia, yaitu berbuat kebaikan.                                                                     (Rev. J.H. Lesnussa-Berita Mimbar Magazine)

Jangan Beralih Dari Jejak Semula

Ada kisah tentang seekor anjing pemburu yang suatu hari melacak jejak seekor rusa. Tetapi setelah beberapa saat  lamanya setelah tak ada tanda-tanda  munculnya rusa, anjing pemburu mengalihkan perhatiannya pada jejak yang dirasa lebih baru, yaitu jejak seekor rubah. Saat mulai melacak rubah, anjing pemburu yakin bahwa ia akan dapat menangkap rubah. Selama usaha pelacakan itu ia menemukan adanya jejak hewan lain yaitu jejak seekor kelinci.  Jadi, dari jam ke jam anjing pemburu hanya lalu-lalang tanpa sasaran yang pasti. Ia mengakhiri hari itu hanya dengan menggali sebuah lubang tikus.

Maksud-Maksud Yang Baik
Ada banyak orang yang menghabiskan waktunya seperti yang dilakukan anjing pemburu dalam kisah singkat di atas. Mereka memulai tahun baru dengan maksud-maksud yang baik dan berharap dapat mencapai banyak hal.
Tetapi itu tak lama sampai sesuatu atau  hal lainnya mengalihkan perhatiannya sehingga mereka beralih ke jejak yang lain. Mereka tergoda untuk melacak jejak lain yang sama sekali belum pernah masuk dalam rencana mereka. Hal ini berlangsung berulang-ulang sepanjang tahun dan ketika tahun berakhir mereka menyadari bahwa mereka sama sekali tidak mencapai tujuan semula.

Ketekunan
Dalam dunia bisnis, orang yang sukses harus memiliki program dan mengarahkan pandangannya pada program itu. Dalam zaman spesialisasi, orang yang memiliki keahlian setengah-setengah dan tidak mumpuni dalam segala hal, maka orang tersebut akan selalu berganti pekerjaan dan tidak beroleh tempat. Dibutuhkan ketekunan dan  pantang menyerah bukannya keputus-asaan untuk menyelesaikan pekerjaan dan cita-cita yang berharga. Dikisahkan bahwa Edison mengerjakan eksperimennya lebih dari seratus kali sebelum akhirnya lampu listrik disempurnakan. Dia tekun untuk melakukan sesuatu sesuai tujuannya.

Waspadalah Akan Adanya Godaan!
Barangkali saja sebagian di antara orang muda mengawali tahun dengan keinginan untuk bergabung dengan kelompok pelayanan di gereja, misalnya kelompok Bible Studi. Mereka tergerak untuk dan berharap untuk menuai sukses di akhir tahun pelayanan. Tetapi, tak lama kemudian ada organisasi dan kelompok lain menawari mereka untuk menjadi anggota komunitas tersebut. Kebetulan para orang muda itu beranggapan bahwa pelayanan di gereja menuntut tanggung jawab dan usaha yang besar, maka mereka tergoda untuk mengabaikan pelayanan itu dan beralih ke jejak yang baru.  Memang benar bahwa hal-hal yang menarik adalah hal-hal yang nampak bagus.

Tetapi itu tak lama sampai sesuatu atau  hal lainnya mengalihkan perhatiannya sehingga mereka beralih ke jejak yang lain. Mereka tergoda untuk melacak jejak lain yang sama sekali belum pernah masuk dalam rencana mereka. Hal ini berlangsung berulang-ulang sepanjang tahun dan ketika tahun berakhir mereka menyadari bahwa mereka sama sekali tidak mencapai tujuan semula.

Ketekunan
Dalam dunia bisnis, orang yang sukses harus memiliki program dan mengarahkan pandangannya pada program itu. Dalam zaman spesialisasi, orang yang memiliki keahlian setengah-setengah dan tidak mumpuni dalam segala hal, maka orang tersebut akan selalu berganti pekerjaan dan tidak beroleh tempat. Dibutuhkan ketekunan dan  pantang menyerah bukannya keputus-asaan untuk menyelesaikan pekerjaan dan cita-cita yang berharga. Dikisahkan bahwa Edison mengerjakan eksperimennya lebih dari seratus kali sebelum akhirnya lampu listrik disempurnakan. Dia tekun untuk melakukan sesuatu sesuai tujuannya.

Waspadalah Akan Adanya Godaan!
Barangkali saja sebagian di antara orang muda mengawali tahun dengan keinginan untuk bergabung dengan kelompok pelayanan di gereja, misalnya kelompok Bible Studi. Mereka tergerak untuk dan berharap untuk menuai sukses di akhir tahun pelayanan. Tetapi, tak lama kemudian ada organisasi dan kelompok lain menawari mereka untuk menjadi anggota komunitas tersebut. Kebetulan para orang muda itu beranggapan bahwa pelayanan di gereja menuntut tanggung jawab dan usaha yang besar, maka mereka tergoda untuk mengabaikan pelayanan itu dan beralih ke jejak yang baru.  Memang benar bahwa hal-hal yang menarik adalah hal-hal yang nampak bagus.


    








Masih Ada Jalan Keluar

Lukas 7:11  ....13  Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, .....

Peristiwa mati itu sudah terjadi. Kesedihan itu sudah terjadi. Masalah atau persoalan hidup itu sudah terjadi. Kalau dikatakan bahwa manusia itu hidup untuk mati atau hidup itu bermuara kepada mati, berarti puncak persoalan kehidupan itu sudah terjadi. Hal yang logis adalah Semua orang akan mengalami kematian dan semua orang bisa mengalami kesedihan. Tetapi hal yang logis pula bahwa kita pantas meminta pertolongan Tuhan Yesus karena hati-Nya mudah digerakkan oleh belas kasihan dan Ia memang mampu memberi jalan keluar atas segala permasalahan kita bahkan ketika permasalahan itu sudah memuncak. Kalau Ia bisa membangunkan orang mati berarti Ia bisa melakukan apa saja.
Di luar sana, orang sudah menganggap Tuhan itu tidak ada. Mereka membunuh Tuhan dengan pikiranNya. Orang sangat memandang hina dan sinis dan mengatakan orang Kristen adalah  manusia primitif. Mereka tidak sadar  bahwa sesungguhnya merekalah yang patut dikasihani.

KETENANGAN HATI
“Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”  (1Petrus 4:7) 
Akankah hati kita akan ikut mengamuk saat badai mengamuk dalam kehidupan kita? rupanya Tuhan tidak pernah menjawab doa kita saat hati kita masih bergejolak tidak tenang, bahkan terang2an memprotes Tuhan. Tapi dalam ketenanganlah Tuhan berbisik kepada kita untuk mengatakan Jangan Takut Aku akan akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. 
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak  akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1Kor. 10:13) 

JALAN KELUAR
Saat kita tidak tenang, kita tidak bisa melihat jalan keluar. Saat kita tenang, kita menjadi sadar bahwa jalan keluar itu ada di dalam Yesus. Pencobaan datang dan pergi (bertubi-tubi, susul menyusul tidak pernah diduga). Pencobaan yang datang itu bisa makin menguat dan makin berat atau bisa juga kuat lemahnya itu fluktuatif. 
Sebagai manusia, kita merasa diri kita adalah sosok paling rasional. Oleh karenanya, hal-hal yang ada di luar pengetahuan kita cenderung kita anggap omong kosong. Beberapa kali, dalam Alkitab kita menjumpai Tuhan yang seakan-akan hendak meruntuhkan kesombongan logika manusia. Daud-seorang anak tanpa pengalaman perang-mengalahkan Goliat; Nuh membangun bahtera di tengah musim yang sedang kering;  “Wah Perkembangannya sudah separah ini, mana mungkin dapat diperbaiki. Dokter berkata begini, ahli ekonomi menyimpulkan begitu, ahli hukum berpendapat demikian, pendapat orang pintar lebih menakutkan lagi”. Pernahkah kita bertanya kepada Sang Ahli Sejati.  Badai bisa mengamuk kepada siapa saja, baik di tempat kerja, di rumah tangga, di bangku pendidikan dll. Badai itu seolah-olah akan meruntuhkan karir, reputasi, keutuhan rumah tangga, prestasi akademis dll.
Apa yang terjadi jika logika kita menyimpulkan adanya jalan buntu berupa tembok yang tinggi yang tidak mungkin kita lompati. Itulah saatnya logika/pikiran  membunuh hati dan merontokkan iman. Pikiran memberi sinyal ke hati dengan mempropagandakan adanya sesuatu yang harus kita kuatirkan. Itulah suatu momen yang disebut sebagai matinya iman kita sekaligus tumbuhnya benih keraguan. Dalam keadaan seperti ini, kita akan sakit kepala memikirkan masalah itu, kita tidak lagi mampu memikirkan hal-hal kecil di luar masalah tersebut.
Mempercayai hal yang tidak masuk akal itu masih masuk akal selama itu didasarkan pada Firman Tuhan.  Ibr 11:1  Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dalam kehidupan iman, kita akan banyak  terlibat dalam kehidupan yang tidak masuk akal. Dan kita akan terombang-ambing jika jika kita tidak memasrahkan hal yang tidak masuk akal tersebut kepada Tuhan kita. Saat hati tidak tenang, logika akan tampil menonjol.
Seringkali kita mengharapkan Mukjizat dengan menghindari masalah. Padahal mujizat tidak mungkin datang kalau tidak ada masalah. Besar kecil mujizat juga tergantung besar kecilnya persoalan hidup.

REALITAS KEHIDUPAN
Faktanya, ada orang yang sudah setiap saat berdoa untuk keselamatan dalam perjalanan hidupnya. Tapi fakta berikutnya, orang tersebut tetap saja mengalami kecelakaan dalam perjalanan kehidupan. Tapi fakta yang pasti adalah bahwa hal itu pasti terjadi seijin dan sepengetahuan Tuhan. Karena Tuhan mengijinkan dan tahu hal itu terjadi, maka Tuhan akan mendengarkan seruan doanya. Bukan tanpa maksud apa-apa jika Tuhan mengijinkan apapun terjadi dalam hidup kita.  
Dia adalah Allah yang bertanggung jawab atas hidup kita. Di dalam Dia pengharapan tidak pernah mengecewakan. Allah kita bukanlah tipe yang suka meninggalkan tanggungjawab. Faktanya kita sudah ketabrak, dihantam, tertekan, tapi pasti Ia sediakan jalan keluar. Dia tahu kapan saatnya kita berada dalam batas kekuatan kita. Inti dari hal tentang iman adalah meyakinkan Yesus bahwa kita memiliki iman kepada-Nya.   “Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni."  (LuK 5:20).

Akhirnya, sadarilah bahwa Tuhan itu masih ada dan akan selamanya ada untuk kita  Tuhan ada untuk memberi jalan keluar atas persoalan hidup kita. Tenangkan hati untuk mendengar Tuhan berbisik dan menepuk bahu kita. Jangan percaya pada pengertian kita sendiri, itu sumber kekhawatiran dan keraguan. Permasalahan hidup adalah untuk mendekatkan kita kepada Tuhan dan menguatkan iman kita.

Batas-Batas Pengetahuan Manusia

“….. dipercayakan rahasia Allah “
(I Korintus 4:1)

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa tidak ada seorang pun yang dapat berdalih bahwa ia tidak mengenal Allah, karena Ia dengan jelas dapat dikenali dalam ciptaan-Nya [Roma 1:20]. Dan dengan cara yang sama pembaharuan jiwa dapat dikenali oleh orang lain melalui melihat buah-buah dalam kehidupan seseorang itu. Siapakah Allah itu? Tidak seorang pun yang dapat dengan memadai mendefinisikan sifat-sifat-Nya. Apa itu pembaharuan? Tidak seorangpun dapat mendifinisikan dalam sifat-sifatnya kecuali dengan akibat akhir dalam kehidupan seseorang.
Seorang guru misionaris menceritakan ihwal seorang perempuan Jepang yang bertanya kepadanya bagaimana sekiranya gadis-gadis yang cantik yang diterima oleh sekolahnya. “Mengapa tidak?” timpalnya, “Kami menerima semua gadis yang datang kepada kami.” “Tetapi” lanjut perempuan itu,”seluruh gadis anda nampak sangat cantik” “Itu karena kami mengajarkan kepada mereka nilai jiwa mereka dalam pandangan Allah,” guru itu menjelaskan ,”dan itulah yang membuat wajah mereka kelihatan begitu cantik” “Baiklah” kata perempuan Jepang itu,” Saya tidak mau anak perempuan saya menjadi seorang Kristen, tetapi saya ingin mengirim anak perempuan saya itu ke sekolah anda supaya hal yang sama juga nampak pada wajahnya.”
Kita tahu bahwa seseorang yang telah lahir kembali, bukan karena kita dapat menemukan kebenaran atau kenyataan pembaharuan itu pada suatu tempat pada tubuh mereka, tetapi karena kita dapat melihat buah-buah Roh yang membaharui mereka. Kita menanam benih di dalam tanah dan pada waktunya kita melihat pohon. Kita tidak dapat benar-benar menjelaskan proses itu, tetapi kita dapat melihat hasilnya. Hal itu merupakan suatu misteri namun suatu kebenaran yang nyata.
Kebangkitan dari kematian merupakan fakta lain atau pernyataan lain yang nampak bertentangan dengan pengalaman kita. Kuasa yang sama yang telah membentuk tubuh kita. Itu merupakan cara kerja Allah yang jauh melampaui kuasa manusia, mengatasi akal budi manusia. Itu merupakan bidang kerja Allah ke dalam mana kita tidak dapat masuk, dan jalan itu akan disempurnakan di antara rahasia-rahasia Allah sendiri.
Ttanaman itu muncul, bertumbuh, menguncup, berbunga, dan memberikan buah; bahwa buah ini, jatuh ke bumi, dan menjadi rusak dan mati dan pasti hidup kembali, melestarikan keberadaannya, itu merupakan fakta yang akrab dengan semua kita. Tetapi itu tidak lebih kurang menakjubkan dan mengherankan. Hal itu merupakan misteri yang besar dalam proses dengan mana perubahan bentuk ini disempurnakan. Itu merupakan misteri besar sebagaimana yang terjadi dengan kebangkitan tubuh manusia.
Kesulitan dalam kasus tanaman tidak akan cukup untuk menyebabkan saya untuk menyangsikannya dalam hal bukti pengertian saya. Tak ada misteri yang menyangkut kebangkitan tubuh tidak akan cukup untuk menyebabkan saya menyebut Allah sebagai pendusta, atau untuk mencoba menaruh batas antara apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin. Saya tahu bahwa sama-sama mudah bagi Allah untuk menciptakan jagat besar sebagaimana Ia menciptakan serangga yang paling kecil yang mengapung di udara.
Kita tidak seharusnya memperkecil unsur-unsur misteri yang mengiringi pewahyuan, karena misteri itu benar-benar cenderung untuk menambah kemukjijatan Injil. Sasaran Injil adalah mendamaikan manusia kepada Allah—tentu saja tidak dalam hubungan yang sama, tetapi sebagai pelaku pemberontakan diperdamaikan kepada pemerintahnya yang sangat ramah, pendosa yang bersalah kepada Penciptanya. Injil menyempurnakan hal ini dengan mewahyukan sifat-sifat Allah, dengan membuatnya dapat dikenali . Itulah sebabnya Injil disebut sebagai kuasa dan hikmat Allah, karena ia secara gamblang memperlihatkan sifat-sifat tabiat-Nya. Injil memperkenalkan Allah sebagai satu-satunya sasaran ibadat yang benar. Injil memperbaharui manusia pada posisi itu dalam mana dapat memanjatkan ibadat dan ketaatan yang dapat diterima.
Fakta dalam mana doktrin ini diletakan harus benar nyata dan tak dapat disangkal. Tetapi alasan doktrin ini, dan jauhnya serta hubungan selanjutnya, barangkali disembunyikan dari pandangan kita. Allah adalah sembahan semesta yang layak, dan ini artinya bahwa pikiran kita harus menghormati Dia dengan perasaan kagum dan heran.
Memantapkan perasaan kagum dan takzim merupakan hal yang esensial untuk ibadah, kita harus mempunyai kesadaran akan kerendahan hati kita sendiri, dan suatu keyakinan yang dalam bahwa ada sesuatu yang agung dan mulia dalam sasaran ibadat secara tak terbatas di atas konsepsi kita.
Makin dengan jelas kita menyadari batas-batas pengetahuan kita dalam setiap arahan semakin dalam kesan kita akan kebesaran Allah, maka semakin dalam pula penghargaan kita akan eksistensi mereka yang telah menyebarluaskan pekerjaan-Nya di sekitar kita. Kita juga akan menerima kenyataan bahwa Dia telah mengelilingi dan melawat kita termasuk saat kita mengalamai masalah-masalah yang tidak dapat kita lihat. Oleh karena itu, Wahyu menyesuaikan dirinya sendiri kepada posisi kita. Ia merupakan pengatur bagi keadaan mental kita, dan bercampur dengan apa yang jelas dan dengan apa yang tidak jelas karena tidak meliputi pikiran kita yang terbatas, tetapi menuntun kita dalam jalan pengetahuan dan jalan kehidupan.                                                             -Majalah Berita Mimbar
Spiros Zodhiates, Th.D


Memberdayakan Hati & Pikiran

dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,  sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.”  -Kolose 1: 20-23

Hati dan pikiran adalah dua hal yang harus ada dalam kepribadian manusia. Inilah yang harus kita sadari bahwa hati dan pikiran orang percaya harus diberdayakan, dimanfaatkan seluas-luasnya, semaksimal mungkin untuk kemuliaan Allah. Oleh karena itu, seharusnya tidak boleh ada lagi ungkapan yang mengatakan bahwa pikiran adalah untuk pria dan perasaan adalah untuk wanita. Baik Pria maupun wanita harus menggunakan baik hati maupun pikirannya.
Kata bertekun dalam iman di ayat 23 berarti terus-menerus melakukan sesuatu termasuk tugas-tugas yang dipercayakan kepada orang percaya. Aktifitas yang terus menerus dan maksimal untuk tujuan kebaikan merupakan salah satu bentuk dari pemberdayaan.
Dahulu kita jauh dari Allah dan memusuhi Allah karena hati dan pikiran kita jahat sehingga kita menjahati Allah. Sumber dari setiap perbuatan jahat adalah hati dan pikiran yang jahat. Dalam iman Kristen, kejahatan terbesar yang tak terampunkan adalah hati dan pikiran yang jahat, yakni hati dan pikiran yang tidak mempercayai Yesus sebagai juru Selamat tetapi yang mempercayai perasaan dan pikirannya sendiri.
Meskipun kita pernah membuat Allah tak berkenan, namun dijelaskan di ayat 22 betapa Allah mengasihi umat manusia, yang telah menjahati-Nya. Ia tidak serta merta membalas kejahatan manusia ciptaan-Nya, melainkan berinisiatif mengusahakan keselamatan bagi para ciptaan-Nya dengan mengutus Putra yang dikasihi-Nya untuk mendamaikan keretakan atau kerenggangan hubungan antara Allah dan manusia, yakni kerenggangan hubungan karena pemberontakan manusia melawan Allah. Oleh karena itu Yesus yang menjadi Pendamai ini kemudian dibuat  seolah-olah berbuat dosa karena menjadi manusia dan berbaur dengan manusia.
Kini kita menjadi umat yang telah didamaikan. Hati dan pikiran harus diarahkan pada hal-hal yang benar. Fil. 4:8:  Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.  Col 3:2:  Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.   Hati dan pikrian harus diberdayakan. Mustahil adanya pemberdayaan sumber daya manusia tanpa pemberdayaan hati & pikiran.
Dahulu kita hidup jauh dari Allah dan memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran kita seperti yang nyata dari perbuatan kita yang jahat. Kata “dahulu” merujuk pada masa lalu. Kalau kita bicara tentang masa lalu maka kita bicara masa yang telah lewat, yang ada baiknya kita lupakan. Memikirkan masa lalu bisa menghambat untuk maju. Masa lalu adalah benalu. “sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita. (Maz. 103:12). Setiap orang memiliki masa lalu, dan masa lalu itu tidak seharusnya kita ungkit-ungkit, supaya tidak membuat siapapun sakit.
Ayat-ayat yang kita baca dari Kol 1:20-23 ini juga berbicara tentang semangat perdamaian. Allah yang dahulu dimusuhi memiliki semangat untuk berdamai dengan musuh-Nya, inilah yang disebut rekonsiliasi. Demikian juga, Yesus Kristus memiliki semangat untuk mendamaikan sengketa antara Bapa-Nya dengan umat manusia. Perdamaian dan Pendamaian. Demi berdamai dengan manusia, Allah Bapa mengorbankan Putra Tunggal-Nya Yesus Kristus, dan demi mendamaikan kedua belah pihak yang bersitegang, Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya: Tubuhnya dan harga-diri-Nya.
Melalui karya Kristus perubahan luar biasa terjadi dalam hidup kita. Perubahan status dari pendosa menjadi orang benar harus diimbangi perubahan hati dan pikiran kita. Hati dan pikiran inilah yang melatarbelakangi tutur-kata, sikap, dan perbuatan manusia.
Hati dan pikiran adalah bagian dari manusia sebagai pribadi. Cara kerja atau fungsi hati dan pikiran orang percaya harus dilandasi oleh motivasi yang benar sesuai dengan Pribadi yang berkuasa atas hati dan pikiran manusia, yakni Roh Kudus.
Pemberdayaan hati dan pikiran tidak dimaksudkan untuk memperdayai pihak-pihak lain. Hati dan pikiran harus terus dirangsang dan peka untuk memikirkan hal-hal yang mulia.
Memprihatinkan memang jika kita mendengar bahwa bangsa Indonesia yang dulunya terkenal dengan budaya santunnya kini menjadi negeri yang dikenal tidak lagi memiliki hati yang ramah dan akal yang sehat.
Sejajar dengan iman yang harus dimurnikan, hati dan pikiran jemaat Kolose yang dahulunya berada pada arah yang salah juga harus diarahkan balik pada hal-hal yang benar. Memang kebenaran yang tersingkap itu menjadi pil pahit, namun tetap harus ditelan juga demi kesembuhan. Memang pahit bagi jemaat kolose untuk meninggalkan tradisi-tradisi termasuk filsafat yang mereka anut sekian lama. Memang begitulah pahitnya memurnikan hati dan merasionalkan pikiran.
Hati dan pikiran harus dikembalikan kepada fungsi semula, yakni hati dan pikiran yang menggambarkan manusia sebagai citra Allah. Hati dan pikiran yang tidak lagi menjahati Allah adalah hati dan pikiran yang dikuasai oleh kuasa Roh Kudus.
Hati dan pikiran adalah kekayaan terbesar yang harus kita pelihara. Banyak orang hancur hidupnya lantaran hati dan pikiran yang tak terurus sebagaimana mestinya. Keinginan, angan-angan, dan khayalan yang tak mulia, memboroskan energi  berujung pada penyesalan.  Banyak orang cenderung untuk tidak mau menggunakan baik hati dan pikiran yang merupakan anugerah Tuhan.
Inilah saatnya untuk memadukan domain hati dan pikiran untuk hal-hal yang mulia.
“bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil”, Dalam rangka itu, Marilah kita gunakan hati dan pikiran kita untuk kemuliaan Tuhan. Berpartisipasi dalam kegiatan persekutuan orang percaya, ambil bagian dalam pelayanan, mengasihi Saudara seiman itulah wujud dari pemberdayaan hati dan pikiran. Kalau dalam 1Tes. 5:19  dinyatakan Janganlah padamkan Roh,  maka putuskan untuk Jangan bunuh kreatifitas. Semakin hati dan pikiran diberdayakan, maka semakin terasahlah mereka. Sebaliknya, memanjakan hati dan pikiran, mengasihaninya, justru membuat keduanya tak berdaya.    –Soerjan, Berita Mimbar